Korupsi… kata yang sudah tak asing
lagi ditelinga kita seiring dengan gemparnya isu para pejabat Negara yang
melakukan perbuatan tercela tersebut. Bahkan, tak tanggung-tanggung tidak hanya di ranah
pejabat saja melainkan juga di ranah artis, pegawai negeri, buruh, mahasiswa
bahkan hampir semua masyarakat melakukannya. Istilah korupsi santer terdengar
ramai dengan berbagai versi yang bermunculan. Misalnya saja, suap, grativikasi,
pencucian uang, penggelapan,pemalsuan dan lain sebagainya. Bahkan, seseorang pun yang tidak pernah
melakukan korupsi, tiba-tiba saja mendapatkan uang banyak dan baru
diketahui hal itu adalah uang kasus korupsi, bisa saja dia akan juga menjadi
pelaku/korban pencucian uang. ..
Memang, secara sosiologis korupsi
merupakan suatu tindakan yang bisa dikatakan dilematis. Disisi lain
menguntungkan namun disisi lain dapat merugikan. Misalnya saja, saya contohkan
mengenai kasus suap KTP. Di sisi lain
membantu si penyuap agar tidak antri dan tidak membuatnya capek sedangkan di sisi lain hal ini merupakan
perilaku menyimpang karena telah melanggar atura/hukum dan menguntungkan pihak-pihak
tertenu saja. Lantas, dengan adanya kejadian
tersebut apakah kita hanya diam? Membiarkan korupsi menggerogoti tubuh Negara
ini selamanya? Saya rasa kita semua tahu apa yang harus kita lakukan. Salah satunya adalah "katakan tidak pada korupsi, berani jujur itu hebat". Maka, mulai saat ini biasakanlah
jujur dan bertindak sesuai dengan norma.
Maka dari itu harus adanya suatu penegakan yang tegas. Berbicara mengenai penegakkan maka
hal ini erat kaitannya dengan yang namanya sanksi, sanksi ini bisa berupa fisik
maupun denda. Namun, yang namanya sanksi ini di Negara kita tidak membuat efek
jera pada koruptornya malah mereka mengembangkan sayap dan malah hidup bersenang-senang
di jeruji besi dengan berbagai fasilitas mewah yang dimilikinya. Sebut saja,
Gayus Tambunan pelaku korupsi pajak ini walaupun di dalam jeruji besi masih
bisa menikmati fasilitas yang mewah karena hal ini sudah menjadi rahasia umum
yang banyak diperbincangkan masyarakat lewat media sosial.
Lantas, bentuk sanksi apa yang bisa
membuat pelaku korupsi merasakan efek jera. Apakah dibunuh seperti di China,
dipasung atau bahkan didenda dan dipenjarakan. Saya pikir hal ini belum
semuanya bisa mengatasi mereka. Kita lihat saja, walaupun di China koruptor di
tembak mati namun kasus koruptor masih banyak. Didenda atau dipenjara mereka
santai saja menanggapi hal ini, lihat saja buktinya ketika mereka menjadi
tersangka koruptor, tetapi mereka dengan percaya dirinya melambaikan tangan ke kamera saat
berjalan keluar dari gedung KPK. Mungkin bagi mereka ini adalah edisi catwalk
yang harus diabadikan atau bahkan menjadi suatu kebanggaan karena telah sukses
meraup hak rakyat dengan keserakahannya. Maka, hal ini menjadi perbincangan
yang hangat di kalangan akademisi, politikus dan semua masyarakat hukuman
seperti apa yang bisa di kenakan KPK kepada mereka?
Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan
adalah dengan memiskinkan mereka dan membuat mereka untuk membayar apa yang
telah mereka lakukan. Memiskinkan bisa dalam dua artian misalnya memiskinkan
dalam harta benda dan memiskinkan mental para koruptor dalam masyarakat.
Sehingga, dengan adanya ini diharapkan mereka mengalami traumatik dengan perbuatannya tersebut. Hal
lain yang bisa dilakukan juga dengan membuat para koruptor untuk membayar apa
yang mereka lakukan dengan cara “Social Cost” yang ditimbulkannya. Missal,
seorang yang melakukan korupsi terhadap uang pajak. Maka, ia harus membayar
dampak rugi apa saja terhadap masyarakat yang harus dibayar selain
mengembalikan uang yang dia ambil juga atau misalnya, ketika dia melakukan
korupsi pembangunan jembatan dan tak
lama itu jembatan tersebut mengalami kerusakan bahkan ambruk. Maka, dia harus
membayar kepada masyarakat dampak yang ditimbulkan dari ambruknya jembatan itu.
Memang, kita harus sadari tak ada
sanksi yang benar-benar baik yang bisa dilakukan karena semua memiliki kelebihan dan
kelemahan. Akan tetapi, kalau kita sudah membiasakan diri untuk patuh terhadap
aturan maka sanksi itu tidak akan pernah menghampiri kita bahkan menyapa pun
tak akan pernah.