Senin, 24 Maret 2014

Memberantas korupsi Layaknya Menegakkan Benang Basah


Korupsi… kata yang sudah tak asing lagi ditelinga kita seiring dengan gemparnya isu para pejabat Negara yang melakukan perbuatan tercela tersebut. Bahkan, tak tanggung-tanggung tidak hanya di ranah pejabat saja melainkan juga di ranah  artis, pegawai negeri, buruh, mahasiswa bahkan hampir semua masyarakat melakukannya. Istilah korupsi santer terdengar ramai dengan berbagai versi yang bermunculan. Misalnya saja, suap, grativikasi, pencucian uang, penggelapan,pemalsuan dan lain sebagainya.  Bahkan, seseorang pun yang tidak pernah melakukan korupsi, tiba-tiba saja mendapatkan uang banyak dan baru diketahui hal itu adalah uang kasus korupsi, bisa saja dia akan juga menjadi pelaku/korban pencucian uang. .. 
Memang, secara sosiologis korupsi merupakan suatu tindakan yang bisa dikatakan dilematis. Disisi lain menguntungkan namun disisi lain dapat merugikan. Misalnya saja, saya contohkan mengenai kasus  suap KTP. Di sisi lain membantu si penyuap agar tidak antri dan tidak membuatnya capek  sedangkan di sisi lain hal ini merupakan perilaku menyimpang karena telah melanggar atura/hukum dan menguntungkan pihak-pihak tertenu saja. Lantas, dengan  adanya kejadian tersebut apakah kita hanya diam? Membiarkan korupsi menggerogoti tubuh Negara ini selamanya? Saya rasa kita semua tahu apa yang harus kita lakukan.  Salah satunya adalah "katakan tidak pada korupsi, berani jujur itu hebat". Maka, mulai saat ini biasakanlah jujur dan bertindak sesuai dengan norma. 
Maka dari itu harus adanya suatu penegakan yang tegas. Berbicara mengenai penegakkan maka hal ini erat kaitannya dengan yang namanya sanksi, sanksi ini bisa berupa fisik maupun denda. Namun, yang namanya sanksi ini di Negara kita tidak membuat efek jera pada koruptornya malah mereka mengembangkan sayap dan malah hidup bersenang-senang di jeruji besi dengan berbagai fasilitas mewah yang dimilikinya. Sebut saja, Gayus Tambunan pelaku korupsi pajak ini walaupun di dalam jeruji besi masih bisa menikmati fasilitas yang mewah karena hal ini sudah menjadi rahasia umum yang banyak diperbincangkan masyarakat lewat media sosial.
Lantas, bentuk sanksi apa yang bisa membuat pelaku korupsi merasakan efek jera. Apakah dibunuh seperti di China, dipasung atau bahkan didenda dan dipenjarakan. Saya pikir hal ini belum semuanya bisa mengatasi mereka. Kita lihat saja, walaupun di China koruptor di tembak mati namun kasus koruptor masih banyak. Didenda atau dipenjara mereka santai saja menanggapi hal ini, lihat saja buktinya ketika mereka menjadi tersangka koruptor, tetapi mereka dengan percaya dirinya melambaikan tangan ke kamera saat berjalan keluar dari gedung KPK. Mungkin bagi mereka ini adalah edisi catwalk yang harus diabadikan atau bahkan menjadi suatu kebanggaan karena telah sukses meraup hak rakyat dengan keserakahannya. Maka, hal ini menjadi perbincangan yang hangat di kalangan akademisi, politikus dan semua masyarakat hukuman seperti apa yang bisa di kenakan KPK kepada mereka?
 Salah satu cara yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan memiskinkan mereka dan membuat mereka untuk membayar apa yang telah mereka lakukan. Memiskinkan bisa dalam dua artian misalnya memiskinkan dalam harta benda dan memiskinkan mental para koruptor dalam masyarakat. Sehingga, dengan adanya ini diharapkan mereka mengalami  traumatik dengan perbuatannya tersebut. Hal lain yang bisa dilakukan juga dengan membuat para koruptor untuk membayar apa yang mereka lakukan dengan cara “Social Cost” yang ditimbulkannya. Missal, seorang yang melakukan korupsi terhadap uang pajak. Maka, ia harus membayar dampak rugi apa saja terhadap masyarakat yang harus dibayar selain mengembalikan uang yang dia ambil juga atau misalnya, ketika dia melakukan korupsi  pembangunan jembatan dan tak lama itu jembatan tersebut mengalami kerusakan bahkan ambruk. Maka, dia harus membayar kepada masyarakat dampak yang ditimbulkan dari ambruknya jembatan itu.
Memang, kita harus sadari tak ada sanksi yang benar-benar baik yang bisa dilakukan karena semua memiliki kelebihan dan kelemahan. Akan tetapi, kalau kita sudah membiasakan diri untuk patuh terhadap aturan maka sanksi itu tidak akan pernah menghampiri kita bahkan menyapa pun tak akan pernah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar